gue pernah bikin post-an judulnya 'bosan (lari dari tugas)'.. itu gue bikin pas lagi desperado bingung mo ngerjain apa buat OKK..
dan ternyata kawan.. buah hasil kementokan gue waktu itu..
jeng
Jeng
JENG
cerpen gue masuk 50 karya terbaik OKKUI2008 bangkit Indonesia
sebenernya untitled, tapi ya sekarang gue kasi judul deh: Agar kita tidak menjadi salah satunya nanti
----------------------------------------------------
“Dek, woy Dek!! Lima ratus lagi woy!” teriak si supir angkot menaikkan tarif independen seenak jidat dengkulnya.
“Pak, Pak! Bapak juga, tambah lima ratus lagi!” dengan suara hina supir itu teriak lagi. Kesal? Yaiyalahyaaa. Tapi, berhubung lagi di pinggir jalan, banyak prokem, terus sudah diyakini itu kroni-kroninya si tukang angkot bangsat, Fajar cuma diam sambil melempar koin lima ratusan ke dasbor angkot yang tadi dinaikinya, terserahlah mau jatuh ke lantai atau bagaimana, biar supir budak uang itu yang repot.
“Tungguin kek, Jar,” Ridwan akhirnya memanggil sahabatnya yang sedari tadi masih menunduk menahan emosi.
“Hah? Oh.. gue lupa dah ada elo.. haha..” Fajar mendongak, sudah agak tenang dan baru sadar kalau dia pulang bersama seorang teman.
“Yee.. emte lu ah! Makanya ga usah suntuk gitu lah supir angkot doang,”
“Jangan diingetin, nyeeeet! SUPIR ANJ*** tu emang!!!!!!” wah, Ridwan salah bicara. Emosi Fajar kembali naik.
“Udah udah, sabar Jar, sabar. Tu ada angkot, naik yo,”
“Ogah ah. Kurang uangnya tauk! Gara-gara tadi tu anj*** bangkrut gue.”
“Pas-pasan ya uangnya? Yaudah jalan aja, gue temenin.”
Fajar kembali menunduk, sedikit merenung. Wah, rusak.
***
“Jar ko diem Jar? Woy! Rajin nih gue ke rumah elo, bukannya ngajarin!” Ridwan protes karena udah daritadi manggil Fajar tapi dikacangin mulu. Padahal ya bener kata Ridwan, rajin lho dia ke rumah Fajar mo belajar gitar, biasanya Fajar yang disuruh bawa-bawa gitar ke rumah dia.
“Oh iya ada elo.. lupa gue.” Fajar (lagi-lagi) baru inget kalo ada anak namanya Ridwan lagi idup, duduk, napas trus megang-megang telecaster kesayangannya nan cantik dibetot-betot senarnya bikin stress yang punya.
Ridwan langsung masang muka yang kalo diliat-liat mirip ajah sama emoticon (-_-).. mungkin karena emang dari sananya ni anak sipit. “Tega lo Jar ama gue,” ujar Ridwan.
“Maap maap.. lagi mikir.” Raut muka Fajar langsung serius, matanya menerawang, kaya tadi pas bengong ngacangin Ridwan.
“Mikirin apaan? Lo ketemu cewek di mana, Jar?”
“Bukanlah begok! Gue lagi mikirin negara kita lo malah gitu dah!” Fajar langsung sewot menghadapi temannya yang tidak pengertian.
“Ampun ampun. Kenapa? Lo mikir apa?”
Fajar mengerutkan dahinya sesaat, bergantian melihat wajah temannya dan lantai, lalu langit-langit terasnya (wah bocor!) seraya berpikir. Ni anak bakal ngerti gak ya ntar kalo gue omongin.. ga yakin gue.
“Enggak ah, ntar lo gak ngerti.”
“Heh! Pinteran gue yaaa dibanding elo!” Ridwan langsung berasa mo ninju Fajar. Fajar juga sih, badmood pake semingguan.. ini lagi pake sok-sok mikir.. ckckckck..
“Ha ha.. ampun Bang! Gue masih mikirin supir angkot waktu itu.”
“Halah si Fajar, gopek doang, Jar.”
“Satu orang lima ratus, dia punya berapa penumpang? Jadinya lumayan juga kan?”
“Yah, dia perlu kali..”
“Itu namanya korup.. orang kita tuh aneh.. dari yang kecil aja korup tapi nanti protes-protes kalo pejabat korup. Mestinya bukannya sadar diri dulu?”
“Iya sih..”
Dan mulailah Fajar menceritakan segala pemikiran dan renungannya selama seminggu terakhir pada sahabatnya.
Nanti, masih nanti tapi pasti, akan ada saat di mana giliran generasinyalah yang memegang pemerintahan, atau lebih tepatnya kekuasaan. Pada saat itu, kira-kira bagaimana keadaan negeri ini?
Tentu, semua mengharapkan Indonesia yang lebih baik. Pendidikan bisa murah atau bahkan gratis, kesejahteraan penduduk naik, Indonesia bisa menjadi negara yang meng-global, maju, bisa mengembangkan teknologi dan perekonomiannya sehingga tidak ada lagi kemiskinan dan kebodohan, terlebih lagi tentu tidak ada korupsi dan segala tindak busuk lainnya yang menguasai pemerintahan.
Hanya saja, bisakah itu terjadi?
Pernahkah kita berpikir, pejabat-pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan mereka saat ini bisa saja di waktu mudanya, saat mereka seusia kita, membenci koruptor dan segala kekotoran pemerintah setengah hidup. Mereka mungkin pernah menjadi orang-orang yang berjuang menentang sistem lama yang membuat rakyat menderita. Tetapi entah mengapa, di tengah ‘pengambil-alihan’ dari sistem lama ke sistem baru tersebut, mereka tergiur oleh kekuasaan, oleh harta yang bukan haknya.
“Itu masuk akal,” Ridwan menanggapi temannya, “Itu masalah kuat iman. Sadar hak, sadar kewajiban, sanggup menahan atau tidak.”
Coba kita lihat sekarang.. Anak SD sudah bisa merokok, sangat tidak mungkin mereka jujur pada orang tua mereka soal itu. Lihatlah, anak itu lho yang generasinya nanti juga akan membangun bangsa ini.. rusak sedari awal.
Pikirkan, kita di sekolah untuk beberapa jam, Alhamdulillah kalau ada yang masuk ke otak, tetapi kita tidak tahu bagaimana dengan pendidikan ‘hati’, ‘iman’ maupun ‘moral’ kita. Guru bisa jadi contoh untuk perilaku yang baik, ya.. itu benar. Tapi seberapa membekas perilaku guru-guru tersebut di benak kita, bila dibandingkan dengan kawan-kawan yang berujar kasar, arogan, pemarah setiap saatnya?
Belum lagi nanti saat di perjalanan pulang kita akan bertemu dengan supir-supir kendaraan umum yang hampir selalu melanggar rambu lalu lintas untuk secepat-cepatnya menambah penumpang. Tidakkah mereka berpikir? Melanggar lalu lintas membahayakan nyawa orang lain, membuat orang lain susah, tidak senang, marah-marah lalu mengumpat, menambah dosa orang lain.. rizki macam apa yang akan menghampiri orang-orang yang dalam mencarinya melakukan hal seperti itu? Intinya: sudah membuat orang lain susah, sia-sia pula. Supir angkutan akan terus jadi supir angkutan, orang bebal akan terus jadi orang bebal. Mereka mau mengubah nasib seperti apa juga jika caranya begitu, sia-sia. Dan tidakkah mereka berpikir.. anak-anak sekolah yang jadi penumpang mereka mungkin saja menjadikan mereka sebagai contoh? ya, makin rusaklah.. dan ya, makin buruklah yang mereka kerjakan.
“Lalu kita harus bagaimana?”
Cobalah perbaiki, mungkin itu yang bisa dilakukan sekarang. Bercita-citalah, jadilah apapun yang bisa membuat negara ini lebih baik. Berjuanglah, untuk membantu membangkitkan negara ini. Dokter, insinyur, ahli ekonomi, ahli pertanian, apa saja.
Lalu cobalah ingat satu hal: mereka-mereka itu, mereka yang rusak, mereka yang merusak, dan membawa kerusakan. Rusaknya berasal dari kerusakan suatu bagian penting yang disebut akhlaq. Mereka hilang hati, mereka hilang otak, tidak berpikir dan tidak merasa.. tidak sadar kalau perilakunya menyimpang.
Ingatlah, untuk terus menjaga akhlaq, lalu menjaga hati.
Agar nanti saat terlintas suatu godaan di bawah batang hidungmu, atau ada dorongan untuk menjadi ‘kotor’, kamu akan berpikir, “Banyak yang akan menderita kalau saya melakukan ini. Banyak yang akan rusak. Terlalu banyak.”
Dan camkan baik-baik kalau kita pernah mengatakan, “Saya benci pejabat korup. Atau segala keburukan lainnya,” agar kita tidak menjadi salah satunya nanti.
Tidak harus saat jadi pejabat, karena tidak pasti kita akan jadi pejabat. Jadi apapun kita nantinya, masalah apapun yang kita temukan, godaan seperti apapun yang nanti menghampiri.. ingatlah.. kita pernah membenci keburukan itu setengah hidup, jadi... jangan jadi bagian dari keburukan tersebut.
Agar kita tidak menjadi salah satunya nanti.
“Negara ini pasti jauh lebih baik kalau semua orang berpikir seperti itu. Berpikir berjuta-juta kali sebelum melakukan suatu keburukan.” Ridwan menghela nafas.
“Insya Allah iya..”
“Tapi gimana ya ngubahnya? Gimana caranya membuat semua orang-orang itu ngerti soal ini?”
“Panutan utama sudah ada.. mungkin kita perlu contoh dalam mempraktekan.. kalau perlu sampai satu pasukan.”
“Haha, iya,” Ridwan mendongak merenung sendiri. Kita butuh lebih banyak pelajaran agama dan budi pekerti, mungkin juga bimbingan untuk menjadikan suatu kejadian sebagai pelajaran. “Tapi Jar, inget lho..”
“Apa?”
“Lo ngomongnya juga masih kasar.. inget.. perubahan akhlaq itu.. harus kita mulai dari diri sendiri dulu.”
Ah, iya.. mulai dari diri sendiri...
----------------------------------------------------
udah deh tuh.. komen ya komen.. hahahaha
1 comment:
Don't you realize something nis?? Itu 2 tokoh lebih cocok dikasih nama Nisa dan Tasia, bukan Fajar dan Ridwan hahaha... Pantes jadi 50 besar karya terbaik OKK 2008 sih, soalnya lo bener2 jadi si tokoh Fajar! Pikiran lo beneran nyampe. Si tokoh Fajar sm Ridwan itu sih sama aja kyk kita lg jalan ntah dimana trus ngobrolin sesuatu yg kadang2 mlh jadi kebawa ngayal.hahaha.. Gw suka cerpen lo.
Post a Comment